Kamis, 19 November 2009

PERWALIAN 

MATA KULIAH : FIQH
DOSEN PEMBIMBING : Drs. SUWARDI

OLEH : MA FADHIL
NUR FITRI ASIANI J

JURUSAN TARBIYYAH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM ATTAHIRIYYAH
SEMESTER GENAP TA. 2008/2009 JAKARTA

BAB I 
بسم الله الرحمن الرحيم

الحمد لله نحمده ونستعينه ونعوذ با لله من شرور انفسنا ومن سيئات اعمالنا من يهدى الله فلا مضل له ومن يضلل فلا ها دي له, اشهد ان لااله الا الله وحده لا شريكله, واشهد ان محمد عبده و رسوله, لانبي بعده, والصلاة والسلام على من شرع نكاحا على امته. فان خير الحديث كتاب الله, وخير الهدي هدي محمد b, وشر الامور محدثاتها, وكل محدثة بدعة, وكل بدعة ضلالة, وكل ضلالة في النار
Dalam makalah ini kami akan membahas masalah pernikahan dalam konteks perwalian. Siapa saja yang berhak menjadi wali, syarat-syaratnya dan ketentuan-ketentuan dalam syar’ yang berkaitan dengan masalah perwalian.
Allah  berfirman didalam al-Qur’an : فلا تعضلوهن ان ينكحن ازوا جهن ,البقرة :  Artinya : “Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka (wanita) menikah dengan bakal suaminya” (al-Baqarah : 232) . Rosulullah b bersabda yang diriwayatkan oleh Abu Musa  عن ابي موسى رضي الله عنه عن النبي b قا ل : لا نكاح الا بولي (كتب السته غير النسا ئى) Artinya : “Dari Abi Musa  dari Nabi b bersabda” : “tidaklah sah suatu pernikahan tanpa wali” (Dikeluarkan oleh kutubussittah kecuali an-Nasa’i) وقا ل ايضا : لا نكا ح الا بولي وشا هدي عدل, وما كان من نكاح غير ذلك فهو با طل (رواه ابن حبان) Artinya : “Tidaklah sah suatu pernikahan tanpa seorang wali dan dua orang saksi yang adil. Dan pernikahan manapun yang tidak demikian adalah batal” (H.R Ibnu Hibban) وعن سليمان بن موسى عن الزهري عن عروة عن عا ئشة رضي الله عنها : ان رسول الله b قال : ايما امراة نكحت بغير اذن وليها فنكاحها باطل, فنكاحها باطل, فان دخل بها فلها المهر بما استحل من فرجها, فان اشتجروا فا السلطان ولي من لا ولي له (كتب السته غير النسا ئى) Artinya : “Dan dari Sulaiman bin Musa dari az-Zuhri dari Urwah dari aisyah RA bahwa nabi b bersabda : “Wanita manapun yang menikah tanpa seizin walinya maka pernikahannya batal, pernikahannya batal, bila (telah dikawin dengan sah dan telah disetubuhi), maka ia berhak menerima mas kawin (mahar) karena ia telah dinikmati kemaluannya dengan halal. Namun, kalau terjadi pertengkaran diantara para wali, maka pemerintahlah yang menjadi wali bagi siapa yang tidak memiliki wali. (Dikeluarkan oleh kutubussittah kecuali an-Nasa’i)
BAB II
II.I SYARAT-SYARAT WALI

Tidak sah sebuah pernikahan tanpa adanya wali seperti hadist Rosulullah b diatas. Dan untuk menjadi seorang wali dalam sebuah pernikahan, seseorang harus memenuhi kriteria sebagai berikut : 1. Islam 2. Baligh 3. Berakal 4. Merdeka 5. laki-laki 6. Adil Artinya apabila dia kafir, belum baligh, gila, budak, wanita dan fasiq tidak dapat menjadi seorang wali dalam sebuah pernikahan

II.II YANG DIBOLEHKAN MENJADI WALI
1. Ayah
2. Kakek (ayahnya ayah)
3. Ayahnya kakek dan seterusnya keatas
4. Saudara kandung laki-laki
5. Saudara laki-laki seayah saja (saudara tiri )
6. Anak laki-laki dari saudara kandung laki-laki (keponakan) meskipun terus ke bawah
7. Anak laki-laki dari saudara tiri seayah saja meskipun terus ke bawah
8. Paman kandung (saudara kandung laki-laki dari ayah)
9. Paman tiri seayah (saudara tiri ayah seayah saja)
10. Sepupu laki-laki (anak dari paman kandung dan paman tiri tetapi didahulukan nak dari paman kandung) 11. Wali hakim

Ini adalah urutan wali dalam sebuah pernikahan. Masing-masing dari urutan diatas harus lebih diutamakan nomor satu yaitu ayahnya. Apabila ayahnya memang sudah mengizinkan atau tidak ada di tempat lebih dari dua marhalah atau meninggal dunia, maka nomor urutan wali yang berikutnya baru bisa untuk menggantikannya sebagai wali. begitu seterusnya sampai ke wali hakim bila memang sudah tidak ada yang berhak untuk menjadi wali dari ashabahnya (kerabatnya).

II.III YANG DILARANG MENJADI WALI

1. Hamba sahaya (budak)
2. Anak-anak (belum baligh)
3. Gila
4. Fasiq
5. Udzur (sakit, tua dsb) jika memang sudah tidak mampu lagi
6. Kafir
7. Ihrom (sedang menunaikan haji atau umroh)

II.IV KLASIFIKASI WALI

1. Wali Mujbir (Ayah dan kakek)
 2. Wali Nasab (Wali dari keturunan : Ayah, kakek dst seperti subbab II.II)
3. Wali Hakim (Qadhi atau Penghulu)

II.V PELAKSANAAN PERWALIAN

Iqrar yang diucapkan (صيغة ايجاب)seorang wali ketika menikahkan seorang wanita adalah انا زوجتك و انكحتك مخطوبتك فلانة بنت فلان بن فلان بمهر.....نقدا Saya nikahkan saya kawinkan kamu dengan pinanganmu putri saya fulanah binti fulan bin fulan dengan mahar….tunai. Jawaban dari suami (صيغة قبول)adalah قبلت نكاحها (saya terima nikahnya)
Dalam sebuah pernikahan seorang Qadhi (Penghulu) dapat menikahkan seorang wanita jika telah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Perempuan yang dikawinkan itu tidak memiliki Wali, karena meninggal atau wali-wali yang lebih dekat tidak ada di tempat sejauh dua marhalah (16 farsakh) serta tidak ada wakil walinya yang menggantikan.
2. Atau si wali berada di tempat kurang dari dua marhalah tetapi ada udzur misalnya sakit, khawatir terjadi pembunuhan, penganiayaan dan perampasan harta-hartanya di tengah perjalanan.
3. Si Wali tidak diketahui keberadaanya atau setelah terjadi peperangan adanya kapal pecah dan setelah terjadi penawanan (wali mengalami kesulitan menuju tempat walimah)

BAB III PENUTUP

Wali adalah salah satu rukun daripada rukun nikah yang apabila tanpa kehadirannya maka pernikahan tidak pernah akan terjadi. Perwalian dapat diwakilkan kepada wali ashabah berikutnya apabila wali ashabah urutan teratas (terdekat) memang sudah mengizinkan atau dikarenakan ada udzur syar’i yang memang membolehkannya. Perwalian juga dapat diwakilkan kepada wali hakim bila wali hakim telah memenuhi syarat yang membolehkan untuk itu. Lafazh (shighoh) ijab qabulpun dapat diwakilkan oleh wakil masing-masing wakil dari kedua mempelai yang ditunjuk oleh pihak keluarga.

وفقنا الله و اياكم الى طريقه القويم


DAFTAR PUSTAKA

1. al-Malibari, Zainuddin, as-Syeikh, Fath al-Mu’in, Dar Ihya’ Kutubil Arobiyyah, Indonesia 2. al-Harari, Abdullah, asy-Syeikh, al-Mirqah li Ahkam as-Sholah, Dar el-Masyari’, Beirut, Libanon 3. Daud Fathoni, Muhammad bin Isma’il, Mathla’ al-Badrain wa Majma’ al-Bahrain 4. Abu amar, H. Imron, terjemah Fath al-Qarib, CV. Asy-Syifa’, Semarang 5. Umar, Anshori, Fiqh Wanita ( Fiqh al-mar’atul muslimah ), Menara Kudus, Semarang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar