Selasa, 24 November 2009


KHILAFAH ABBASIYYAH

MATA KULIAH : SEJARAH PERADABAN ISLAM
DOSEN PEMBIMBING : Drs. HILMY MUHAMMADIYYAH, M.Sc.




DISUSUN OLEH :

MA. FADHIL
M. NASHIHIN
ABDULLAH
M. BAGIR
EMON MAIMUN ALHAKIM

JURUSAN TARBIYAH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM ATTAHIRIYYAH
SEMESTER GENAP TA. 2008/2009
JAKARTA

BAB I
PENDAHULUAN
m


الحمدلله رب العلمين, الحمدلله خالق السموات والارضين, وصلى الله وسلم على رسول الله محمد الامين, وعلى أله وصحبه الطيبين الطاهرين, وبعد. فان الله تبارك وتعالى يقول في كتابه العزيز : ﴿ان الله وملئكته يصلون على النبي, يا ايها الذين أمنوا صلوا عليه وسلموا تسليما﴾ p الاحزاب : ۵٦i
قال الله تعالى فى كتا به العزيز:
قل اللهم ملك الملك تؤتى الملك من تشاء وتعز من تشاء و تذل من تشاء بيدك الخير انك على كل شيء قدير ﴿أل عمران : ۲٦﴾.
“Katakanlah Yaa Allah, wahai yang Menguasai segala raja, Engkau berikan kerajaan kepada siapa yang Kau kehendaki dan Kau mengokohkannya (melanggengkannya) bagi siapa yang Kau kehendaki dan Kau menghancurkan kerajaan yang Kau kehendaki, dalam kekuasaan-Mulah segala kebaikan, sesungguhnya Engkau Maha berkuasa atas segala sesuatu” (QS: al-Imran : 26).
Segala puji bagi Allah yang menciptakan tujuh lapis langit dan bumi, sholawat dan salam tercurah kepada rosulullah B nabi Muhammad al-Amin, dan para keluarganya, para shahabatnya yang baik dan suci.
Makalah ini dibuat untuk menunaikan tugas yang diberikan dosen pembimbing Sejarah Peradaban Islam, mengangkat tema Khilafah Abbasiyyah. Kekhalifahan yang didirikan oleh salah seorang keturunan al-‘Abbas paman nabi SAW. Makalah yang bermaterikan sejarah ini tentu sangat jauh dari sempurna.
Oleh karena itu kami sangat mengharapkan bantuan dari rekan-rekan untuk memberikan masukan dan saran demi kesempurnaan makalah ini dan untuk kebaikan kita bersama.

وفقنا الله و اياكم الى طريقه القويم

BAB II
PEMBAHASAN

II.I KELAHIRAN ABBASIYYAH
Abdullah ash-Shaffah Muhammad al-Abbass (750 – 754 M)
Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah al Saffah Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abass. Muhammad bin Ali, cicit dari Abbas menjalankan kampanye untuk mengembalikan kekuasaan pemerintahan kepada keluarga Bani Hasyim di Parsi pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz.
Propaganda yang aktif untuk Abbasiyyah dimulai oleh Muhammad bin Ali, seorang cucu dari Abbas bin Abdul Muthalib, paman nabi. Sesudah menjadi pemimpin Hasyimiyah ia berdomisili di Humayma, sebuah kota yang terletak antara Yordan dan Arabia[1].
Pada masa pemerintahan Khalifah Marwan II, pertentangan ini semakin memuncak dan akhirnya pada tahun 750, Abu al-Abbas al-Saffah menang melawan pasukan Bani Umayyah dan kemudian dilantik sebagai khalifah. Masa pemerintahan Abu al-Abbas, pendiri dinasti ini,sangat singkat, yaitu dari tahun 750 M sampai 754 M.
Khalifah Bani Abbasiyyah (Arab: العبّاسدين al-Abbāsidīn) ialah nama yang diberi bagi Khalifah Baghdad yaitu empire kedua Islam selepas penyingkiran pemerintahan Kerajaan Bani Ummaiyyah. Kekhalifahan ini merampas kuasa pada tahun 750 selepas mereka berjaya mengalahkan tentara Ummaiyyah dalam medan peperangan.
Kekhalifahan ini berkembang selama dua kurun tetapi secara perlahan-lahan mengalami zaman kejatuhan selepas kebangkitan tentara berbangsa Turki yang mereka cipta. Kerajaan ini akhirnya berakhir pada tahun 1258 selepas Hulagu Khan yaitu seorang panglima tentara Mongol yang menghancurkan Baghdad[2].












Istana Abbasiyyah



II.II KEDUDUKAN KHALIFAH

Pada zaman Abbasiyah konsep kekhalifahan berkembang sebagai sistem politik. Menurut pandangan para pemimpin Bani Abbasiyah, kedaulatan yang ada pada pemerintahan (Khalifah) adalah berasal dari Allah, bukan dari rakyat sebagaimana diaplikasikan oleh Abu Bakar dan Umar pada zaman Khulafa’ur Rasyidin. Hal ini dapat dilihat dengan perkataan Khalifah Al-Mansur “Saya adalah sultan Tuhan diatas buminya“.
Pada zaman Dinasti Bani Abbasiyah, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, ekonomi dan budaya. Sistem politik yang dijalankan oleh Daulah Bani Abbasiyah I antara lain :

·  Para Khalifah tetap dari keturunan Arab, sedang para menteri, panglima, Gubernur dan para pegawai lainnya dipilih dari keturunan Persia dan mawali.
·  Kota Baghdad digunakan sebagai ibu kota negara, yang menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi sosial dan kebudayaan.
·  Ilmu pengetahuan dipandang sebagai suatu yang sangat penting dan mulia.
·  Kebebasan berfikir sebagai HAM diakui sepenuhnya.
·  Para menteri turunan Persia diberi kekuasaan penuh untuk menjalankan tugasnya dalam pemerintah.

Selanjutnya periode II , III , IV, kekuasaan Politik Abbasiyah sudah mengalami penurunan, terutama kekuasaan politik sentral. Hal ini dikarenakan negara-negara bagian (kerajaan-kerajaan kecil) sudah tidak menghiraukan pemerintah pusat , kecuali pengakuan politik saja . Panglima di daerah sudah berkuasa di daerahnya ,dan mereka telah mendirikan atau membentuk pemerintahan sendiri misalnya saja munculnya Daulah-Daulah kecil, contoh; Daulah Bani Umayyah di Andalusia atau Spanyol, Daulah Fatimiyah.
Pada masa awal berdirinya Daulah Abbasiyah ada 2 tindakan yang dilakukan oleh
para Khalifah Daulah Bani Abbasiyah untuk mengamankan dan mempertahankan dari kemungkinan adanya gangguan atau timbulnya pemberontakan yaitu : pertama, tindakan keras terhadap Bani Umayah dan kedua pengutamaan orang-orang turunan persi. Dalam menjalankan pemerintahan, Khalifah Bani Abbasiyah pada waktu itu dibantu oleh seorang wazir (perdana menteri) atau yang jabatanya disebut dengan wizaraat .
Sedangkan wizaraat itu dibagi lagi menjadi 2 yaitu: 1) Wizaraat Tanfiz (sistem pemerintahan presidentil ) yaitu wazir hanya sebagai pembantu Khalifah dan bekerja atas nama Khalifah. 2) Wizaaratut Tafwidl (parlemen kabinet). Wazirnya berkuasa penuh untuk memimpin pemerintahan . Sedangkan Khalifah sebagai lambang saja . Pada kasus lainnya fungsi Khalifah sebagai pengukuh Dinasti-Dinasti lokal sebagai gubernurnya Khalifah.
Selain itu, untuk membantu Khalifah dalam menjalankan tata usaha negara diadakan sebuah dewan yang bernama Diwanul Kitaabah (sekretariat negara) yang dipimpin oleh seorang Raisul Kuttab (sekretaris negara). Dan dalam menjalankan pemerintahan negara, wazir dibantu beberapa Raisul Diwan (menteri departemen-departemen). Tata usaha negara bersifat sentralistik yang dinamakan an-Nidhamul Idary al-Markazy.
Selain itu, dalam zaman Daulah Abbassiyah juga didirikan angkatan perang, amirul umara, baitul maal, organisasi kehakiman. Selama Dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, ekonomi dan budaya.

II.III SISTEM POLITIK, PEMERINTAHAN DAN BENTUK NEGARA BARMAKI, BUWAIHI DAN SALJUKI

Setiap dinasti atau rezim mengalami fase-fase yang dikenal dengan fase-fase pendirian, fase pembangunan dan kemajuan, fase kemunduran dan kehancuran. Akan tetapi, durasi dari masing-masing fase itu berbeda-beda karena bersangkutan dengan kepada kemampuan untuk menyelenggarakan pemerintahan tersebut.
Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial budaya. Bedasarkan pola pemerintahan dan politik itu, sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbas menjadi lima periode:
1.Periode pertama (132H-232H), disebut pengaruh Persia pertama.
2.Periode kedua (232H-334H)), disebut masa pengaruh Turki pertama.
3.Periode ketiga (334H-447H), masa kekuasaan dinasti Buwaih dalam pemerintah dinasti Abbasiyah. Periode ini disebut pengaruh Persia kedua
4.Periode keempat (447H-590H), masa kekuasaan Dinasti Bani Saljuk dalam pemerintahan dinasti Abbasiyah; disebut juga dengan masa pengaruh Turki_kedua.
5.Periode kelima (590H-656H), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tapi kekuasaannya hanya efektif disekitar kota Baghdad[3].
Pada Dinasti Abbasiyah, peradaban arab islam mencapai kemajuan yang sangat gemilang. Pusat-pusat pengajaran didirikan. Diantaranya adalah Bait al-hikmah, sebuah akademi yang didirikan oleh al-Ma’mun untuk menerjemahkan ilmu pengetahuan dari bahasa Yunani ke bahasa arab. Namun kehadiran pasukan mongol telah menghancurkan peradaban islam yang sangat menakjubkan dan menghanyutkan sejumlah perpustakaan Islam ke dalam sungai tigris.

II. IV SISTEM SOSIAL

Sebagai sebuah dinasti, kekhalifahan Bani Abbasiyah yang berkuasa lebih dari lima abad, telah banyak memberikan sumbangan positif bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam. Dari sekitar 37 orang khalifah yang pernah berkuasa, terdapat beberapa orang khalifah yang benar-benar memiliki kepedulian untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam, serta berbagai bidang lainnya, seperti bidang-bidang sosial dan budaya.
Diantara kemajuan dalam bidang sosial budaya adalah terjadinya proses akulturasi dan asimilasi masyarakat. Keadaan sosial masyarakat yang majemuk itu membawa dampak positif dalam perkembangan dan kemajuan peradaban Islam pada masa ini. Karena dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki, dapat dipergunakan untuk memajukan bidang-bidang sosial budaya lainnya yang kemudian menjadi lambang bagi kemajuan bidang sosial budaya dan ilmu pengetahuan lainnya. Diantara kemajuan ilmu pengetahuan sosial budaya yang ada pada masa Khalifah Dinasti Abbasiyah adalah seni bangunan dan arsitektur, baik untuk bangunan istana, masjid, bangunan kota dan lain sebagainya.
Seni asitektur yang dipakai dalam pembanguanan istana dan kota-kota, seperti pada istana Qashrudz Dzahabi dan Qashrul Khuldi, sementara bangunan kota seperti pembangunan kota Baghdad, Samarra dan lain-lainnya.
Kemajuan juga terjadi pada bidang sastra bahasa dan seni musik. Pada masa inilah lahir seorang sastrawan dan budayawan terkenal, seperti Abu Nawas, Abu Athahiyah, Al Mutanabby, Abdullah bin Muqaffa dan lain-lainnya. Karya buah pikiran mereka masih dapat dibaca hingga kini, seperti kitab Kalilah wa Dimna.
Sementara tokoh terkenal dalam bidang musik yang kini karyanya juga masih dipakai adalah Yunus bin Sulaiman, Khalil bin Ahmad, pencipta teori musik Islam, Al farabi_dan_lain-lainnya. Selain bidang-bidang tersebut diatas, terjadi juga kemajuan dalam bidang pendidikan. Pada masa-masa awal pemerintah Dinasti Abbasiyah, telah banyak diusahakan oleh para khalifah untuk mengembangkan dan memajukan pendidikan. Karena itu mereka kemudian mendirikan lembaga-lembaga pendidikan, mulai dari tingkat dasar hingga tingkat tinggi.



II. V ORIENTASI POLITIK
Secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan fi lsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam. Namun, setelah periode ini berakhir, pemerintahan Bani Abbas mulai menurun dalam bidang politik, meskipun filsafat dan ilmu pengetahuan terus berkembang.
II. VI TALI IKAT PERSATUAN (AGAMA DAN KOSMOPOLITANISME)

Kota kosmopolitan Baghdad berkembang selama masa al-Mahdi (berkuasa 775–785 M) Ia adalah kholifah ketiga. Kota  itu menarik pendatang dari seluruh Arab, Irak, Suriah, Persia dan daerah sejauh India dan Spanyol. Baghdad  merupakan tempat tinggal orang Kristen, Yahudi, Hindu, dan Zoroastrianisme, di samping bertambahnya penduduk muslim menjadi kota terbesar dunia di luar Tiongkok.
Al-Mahdi melanjutkan mengembangkan administrasi Bani Abbasiyah, menciptakan diwan baru atau departemen untuk ketentaraan, peradilan dan perpajakan. Qadi atau hakim diangkat dan hukum terhadap non-Arab dikeluarkan.
Keluarga Barmakid mengangkat pegawai ke departemen-departemen itu. Orang-orang Barmakid, dari keturunan Persia, awalnya Buddha, namun segera sebelum kedatangan orang-orang Arab, mereka telah masuk Zoroastrianisme. Warisan Islam umur pendeknya akan berlaku terhadap mereka selama masa Harun ar-Rasyid.
Orang-orang Barmakid memperkenalkan kertas dari India yang belum digunakan di Barat. Orang-orang Arab dan Persia menggunakan papirus dan orang-orang Eropa menggunakan kulit hewan. Industri kertas bertambah di Bagdad di mana seluruh jalan di pusat kota menjadi tercurah pada penjual kertas dan buku. Kemurahan dan daya tahan kertas amat berarti pada perkembangan tepat guna birokrasi Abbasiyah yang sedang berkembang.
Al-Mahdi memiliki dua kebijakan keagamaan yang penting: penghukuman terhadap zanadiqa, atau dualis dan pernyataan ketaatan pada Islam. Al-Mahdi
mengkhususkan penghukuman terhadap zanadiqa untuk pendiriannya di
antara orang-orang Syi’ah yang murni, yang menginginkan perlakuan yang lebih
kuat pada kebid’ahan dan menemukan penyebaran kelompok politeis muslim
sinkretis terutama yang jahat. Al-Mahdi menyatakan bahwa kholifah memiliki
kemampuan dan sungguh-sungguh, tanggung jawab mendefinisikan ketaatan
seorang muslim, agar melindungi umat terhadap bid’ah. Walau al-Mahdi tak
membuat penggunaan besarnya, kekuatan baru akan menjadi penting selama krisis
mihnah dari masa al-Ma’mun.

II. VII PERKEMBANGAN PERADABAN

Perkembangan peradaban pada masa Daulah Bani Abbasiyah sangat maju pesat, karena upaya-upaya yang dilakukan oleh para Khalifah di bidang fisik. Hal ini dapat kita lihat dari bangunan –bangunan yang berupa:

  • Kuttab, yaitu tempat belajar dalam tingkatan pendidikan rendah dan menengah.
  • Majlis Muhadharah, yaitu tempat pertemuan para ulama, sarjana, ahli pikir dan pujangga untuk membahas masalah-masalah ilmiah.
  • Darul Hikmah, adalah perpustakaan yang didirikan oleh Harun Ar-Rasyid. Ini merupakan perpustakaan terbesar yang di dalamnya juga disediakan tempat ruangan belajar.
  • Madrasah, Perdana menteri Nidhomul Mulk adalah orang yang mula-mula mendirikan sekolah dalam bentuk yang ada sampai sekarang ini, dengan nama Madrasah.
  • Masjid, Biasanya dipakai untuk pendidikan tinggi dan tahassus.

Pada masa Daulah Bani Abbassiyah, peradaban di bidang fisik seperti kehidupan ekonomi,pertanian,perindustrian, perdagangan berhasil dikembangkan oleh Khalifah Mansyur.

Peta kerajaan Bani Abbasiyyah





Kehidupan Perekonomian Daulah Bani Abbasiyah

mata uang syling Bani Abbasiyyah

Permulaan masa kepemimpinan Bani Abbassiyah, perbendaharaan negara penuh dan berlimpah-limpah, uang masuk lebih banyak daripada pengeluaran. Yang menjadi Khalifah adalah Mansyur. Dia betul-betul telah meletakkan dasar-dasar yang kuat bagi ekonomi dan keuangan negara. Dia mencontohkan Khalifah Umar bin Khattab dalam menguatkan Islam. Dan keberhasilan kehidupan ekonomi maka berhasil pula dalam :

  1. Pertanian, Khalifah membela dan menghormati kaum tani, bahkan meringankan pajak hasil bumi mereka, dan ada beberapa yang dihapuskan sama sekali.
  2. Perindustrian, Khalifah menganjurkan untuk beramai-ramai membangun berbagai industri, sehingga terkenallah beberapa kota dan industri-industrinya.
  3. Perdagangan, Segala usaha ditempuh untuk memajukan perdagangan seperti:
a)      Membangun sumur dan tempat-tempat istirahat di jalan-jalan yang dilewati kafilah  dagang.
b)      Membangun armada-armada dagang.
c)      Membangun armada : untuk melindungi parta-partai negara dari serangan bajak laut.

Usaha-usaha tersebut sangat besar pengaruhnya dalam meningkatkan perdagangandalam dan luar negeri. Akibatnya kafilah-kafilah dagang kaum muslimin melintasi segala negeri dan kapal-kapal dagangnya mengarungi tujuh lautan.

Selain ketiga hal tersebut, juga terdapat peninggalan-peninggalan yang memperlihatkan kemajuan pesat Bani Abbassiyah, Antara lain :

1. Istana Qarruzzabad di Baghdad
2. Istana di kota Samarra
3. Bangunan-bangunan sekolah
4. Kuttab
5. Masjid
6. Majlis Muhadharah
7. Darul Hikmah
8. Masjid Raya Kordova (786 M)
9. Masjid Ibnu Taulon di Kairo (876 M)
10. Istana Al Hamra di Kordova
11. Istana Al Cazar, dan lain-lain (Ma’ruf,1996:39-40).

II.VIII Strategi Kebudayaan dan Rasionalitas

Sebagaimana diketahui sebelumnya bahwa kebebasan berfikir diakui sepenuhnya sebagai hak asasi setiap manusia oleh Daulah Abbasiyah. Oleh karena itu, pada waktu itu akal dan fikiran benar-benar dibebaskan dari belenggu taqlid, sehingga orang leluasa mengeluarkan pendapat. Berawal dari itu, zaman pemerintahan Abbasiyah awal melahirkan 4 Imam Madzhab yang ulung, mereka adalah Syafi’i , Hanafi, Hambali , dan Maliki.
Disamping itu, zaman pemerintahan Abbasiyah awal itu juga melahirkan Ilmu Tafsir al-Quran dan pemisahnya dari Ilmu Hadits. Sebelumnya, belum terdapat penafsiran seluruh al-Quran, yang ada hanyalah Tafsir bagi sebagian ayat dari berbagai surah, yang dibuat untuk tujuan tertentu.
Dalam negara Islam di masa Bani Abbassiyah berkembang corak kebudayaan, yang berasal dari beberapa bangsa. Apa yang terjadi dalam unsur bangsa, terjadi pula dalam unsur kebudayaan. Dalam masa sekarang ini berkembang empat unsur kebudayaan yang mempengaruhi kehidupan akal/rasio yaitu Kebudayaan Persia, Kebudayaan Yunani,
Kebudayaan Hindi dan Kebudayaan Arab dan berkembangnya ilmu pengetahuan.

1. Kebudayaan Persia, Pesatnya perkembangan kebudayaan Persia di zaman ini karena dua faktor, yaitu :
a. Pembentukan lembaga wizarah
b. Pemindahan ibukota

2. Kebudayaan Hindi, Peranan orang India dalam membentuk kebudayaan Islam terjadi
    dengan dua cara:
a. Secara langsung, Kaum muslimin berhubungan langsung dengan orang-orang India
    seperti lewat perdagangan dan penaklukan.
b. Secara tak langsung,penyaluran kebudayaan India ke dalam kebudayaan Islam
    lewat kebudayaan Persia.

3. Kebudayaan Yunani
Sebelum dan sesudah Islam, terkenallah di Timur beberapa kota yang menjadi pusat
kehidupan kebudayaan Yunani. Yang paling termasyur diantaranya adalah :

  1. Jundaisabur, Terletak di Khuzistan, dibangun oleh Sabur yang dijadikan tempat pembuangan para tawanan Romawi. Setelah jatuh di bawah kekuasaan Islam. Sekolah sekolah tinggi kedokteran yang asalnya diajar berbagai ilmu Yunani dan bahasa Persia, diadakan perubahan-perubahan dan pembaharuan.

  1. Harran, kota yang dibangun di utara Iraq yang menjadi pusat pertemuan segala macam kebudayaan. Warga kota Harran merupakan pengembangan kebudayaan Yunani terpenting di zaman Islam, terutama dimasa Daulah Abbassiyah.

  1. Iskandariyyah, Ibukota Mesir waktu menjadi jajahan Yunani. Dalam kota Iskandariyyah ini lahir aliran falsafah terbesar yang dikenal “Filsafat Baru Plato (Neo Platonisme). Dalam masa Bani Abbassiyah hubungan alam pemikiran Neo Platonisme bertambah erat dengan alam pikiran kaum muslimin.

4. Kebudayaan Arab
Masuknya kebudayaan Arab ke dalam kebudayaan Islam terjadi dengan dua jalan
utama, yaitu :
  1. Jalan Agama, Mengharuskan mempelajari Qur’an, Hadist, Fiqh yang semuanya dalam bahasa Arab.
  2. Jalan Bahasa, Jazirah Arabia adalah sumber bahasa Arab, bahasa terkaya diantara rumpun bahasa samy dan tempat lahirnya Islam.

II. IX PERKEMBANGAN INTELEKTUAL

Perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi mencapai puncak kejayaan pada
masa pemerintahhan Harun ar-Rasyid , kemajuan intelektual pada waktu itu setidaknya
dipengaruhi oleh dua hal yaitu:

1. Proses Asimilasi
Terjadinya Asimilasi antara bangsa Arab dan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam ilmu pengetahuan. Pengaruh Persia pada saat itu sangat penting dibidang pemerintahan. selain itu mereka banyak berjasa dalam perkembangan ilmu filsafat dan sastra. Sedangkan pengaruh Yunani masuk melalui terjemah-terjemah dalam banyak bidang ilmu, terutama Filsafat.
                                                                                           
2. Gerakan Terjemah
Pada masa daulah ini usaha penerjemahan kitab-kitab asing dilakukan dengan giat sekali. Pengaruh gerakan terjemahan terlihat dalam perkembangan ilmu pengetahuan umum terutama di bidang astronomi, kedokteran, filsafat, kimia dan sejarah. Dari gerakan ini muncullah tokoh-tokoh Islam dalam ilmu pengetahuan, antara lain ;

a. Bidang filsafat: al-Kindi, al-Farabi, Ibnu Bajah, Ibnu Tufail, Ibnu Sina, al-Ghazali,         Ibnu Rusyd.
b. Bidang kedokteran: Jabir ibnu Hayan , Hunain bin Ishaq, Tabib bin Qurra Ar-Razi.
c. Bidang Matematika: Umar al-Farukhan , al-Khawarizmi.
d. Bidang astronomi: al-Fazari, al-Battani, Abul watak, al-Farghoni dan sebagainya.

Dari hasil ijtihad dan semangat riset, maka para ahli pengetahuan, para alim ulama berhasil menemukan berbagai keahlian berupa penemuan berbagai bidang-bidang ilmu pengetahuan, antara lain :

1.Ilmu Umum
a. Ilmu Filsafat
1) Al-Kindi (809-873 M) buku karangannya sebanyak 236 judul.
2) Al Farabi (wafat tahun 916 M) dalam usia 80 tahun.
3) Ibnu Bajah (wafat tahun 523 H)
4) Ibnu Thufail (wafat tahun 581 H)
5) Ibnu Shina (980-1037 M). Karangan-karangan yang terkenal antara lain: Shafa, Najat, Qoman, Saddiya dan lain-lain
6) Al Ghazali (1085-1101 M). Dikenal sebagai Hujjatul Islam, karangannya: AL Munqizh Minadl-Dlalal,Tahafutul Falasifah,Mizanul Amal,Ihya Ulumuddin dan lain-lain
7) Ibnu Rusd (1126-1198 M). Karangannya : Kulliyaat, Tafsir Urjuza, Kasful Afillah dan lain-lain

b. Bidang Kedokteran
1) Jabir bin Hayyan (wafat 778 M). Dikenal sebagai Bapak Kimia.
2) Hurain bin Ishaq (810-878 M). Ahli mata yang terkenal disamping sebagai penterjemah bahasa asing.
3) Thabib bin Qurra (836-901 M)
4) Ar Razi atau Razes (809-873 M). Karangan yang terkenal mengenai cacar dan campak yang diterjemahkan dalam bahasa latin.

c. Bidang Matematika
1) Umar Al Farukhan: Insinyur Arsitek Pembangunan kota Baghdad.
2) Al Khawarizmi: Pengarang kitab Al Gebra (Al Jabar), penemu angka (0)
.
d. Bidang Astronomi
Berkembang subur di kalangan umat Islam, sehingga banyak para ahli yang terkenal
dalam perbintangan ini seperti :
1) Al Farazi : pencipta Astro lobe
2) Al Gattani/Al Betagnius
3) Abul wafat : menemukan jalan ketiga dari bulan
4) Al Farghoni atau Al Fragenius

e. Bidang Seni Ukir
Beberapa seniman ukir terkenal: Badr dan Tariff (961-976 M) dan ada seni musik,
seni tari, seni pahat, seni sulam, seni lukis dan seni bangunan.

2. Ilmu Naqli
a. Ilmu Tafsir, Para mufassirin yang termasyur: Ibnu Jarir ath Tabary, Ibnu Athiyah al Andalusy (wafat 147 H), As Suda, Mupatil bin Sulaiman (wafat 150 H), Muhammad bin Ishak dan lain-lain

b. Ilmu Hadist, Muncullah ahli-ahli hadist ternama seperti: Imam Bukhori (194-256 H), Imam Muslim (wafat 231 H), Ibnu Majah (wafat 273 H),Abu Daud (wafat 275 H), At Tarmidzi, dan lain-lain

c.Ilmu Kalam, Dalam kenyataannya kaum Mu’tazilah berjasa besar dalam menciptakan ilmu kalam, diantaranya para pelopor itu adalah: Wasil bin Atha’, Abu Huzail al Allaf, Adh Dhaam, Abu Hasan Asy’ary, Hujjatul Islam Imam Ghazali

d. Ilmu Tasawuf, Ahli-ahli dan ulama-ulamanya adalah :
Al Qusyairy (wafat 465 H). Karangannya : ar Risalatul Qusyairiyah, Syahabuddin (wafat 632 H). Karangannya: Awariful Ma’arif, Imam Ghazali: Karangannya al Bashut, al Wajiz dan lain-lain.

e. Ilmu Fiqh, Lahirlah para Fuqaha yang sampai sekarang aliran mereka masih mendapat tempat yang luas dalam masyarakat Islam. Yang mengembangkan faham/mazhabnya dalam zaman ini adalah: Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad bin Hanbal dan Para Imam Syi’ah (Hasjmy, 1995:276-278).

II. X KERUNTUHAN ABBASIYYAH

faktor-faktor yang membuat Dinasti Abbasiyyah lemah dapat dikelompokan menjadi faktor eksternal dan faktor internal. Dari faktor internal adalah adanya persaingan tidak sehat antara beberapa bangsa yang terhimpun dalam Daulah Abbasiyah, terutama Arab, Persia, dan Turky, adanya konflik aliran pemikiran dalam Islam yang sering menyebabkan timbulnya konflik berdarah, munculnya dinasti–dinasti kecil yang memerdekakan diri dari kekuasaan pusat Baghdad dan  kemerosotan ekonomi akibat kemunduran politik.
 Adapun faktor ekternal antara lain, adalah perang salib yang terjadi dalam beberapa gelombang, dan hadirnya tentara mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan. Yang terakhir inilah yang secara langsung menyebabkan hancurnya Dinasti Abbasiyah dan mengusai kota Baghdad.
Kemunduran Dinasty Abbasiyah terlihat begitu tajam ketika terjadi banyak provinsi yang memerdekakan diri dengan membuat kekhalifahan baru. Perkemabangan-perkembangan politik abad ke 5 dapat dilihat seperti perpecahan dalam kekhalifahan. dimana perlawanan Syi’ah tidak lagi menguntungkan sebuah provinsi yang jauh dari ke khalifahan (banyak gubernur yang jadi otonom) di akibatkan dari khalifah pusat yang terkuasai oleh pengaruh lain yaitu militer atau oleh wazirnya.
Pada saat itu sebenarnya tidak ada pemulihan apapun bagi Negara. Bukan hanya tentara secara sosial tidak berakar, demikian juga keuangan Negara pada umunya dikelola oleh pengusaha-pengusaha (orang-orang Syi’ah) yang tertarik untuk memperoleh keuntungan pribadi, dibandingkan oleh aristoklasi yang independent atau oleh birokrasi yang berakar yang mandiri, yang punya kepentingan terhadap stabilitas pemerintahan. apa yang tersisa dari kelas birokrratik Sansani lama barang kali lebih terpaku pada gubernur-gubernur lokal.
Istana al-Muqtadir mewah tidak karuan dengan kondisi seperti ini yang terjadi adalah missed-managemant keuangan, yang berakibat dengan masalah-masalah suplai fiskal yang kronis dan ketika pembayaran bala tenatara yang telat mengakibatkan kedsiplinan tentara menurun drastis. menjelang akhir kepemimipinan al-muqtadir, negara menjadi bangkrut. Secara bersamaan, otoritas Baghdad bahkan provinsi-provinsi yang lebih dekat dengan cepat menjadi kecil, empat khalifah yang berkuasa dengan singkat antara tahun 932-945, masing-masing mereka berada dalam kekuasaan faksi-faksi militer yang telah mengangkat mereka ke dalam kekuasaan.
 Jenderal kemudian diberi gelar, amir al-umara, panglima tinggi dan dikaruniai ini kekuasaan untuk menurunkan (penguasa) di dalam negara, sang khalifah, melepaskan semua peran administrasi langsungnya, dan hanya mempertahankan fungsi-fungsi seremonial belaka. Tetapi pemerintah di Baghdad, sekalipun dirampas oleh tentara, segera memerintah lebih dari irak itu sendiri.
 Teritori yang cukup besar yang telah diwariskan oleh al-Muqtadir telah terbagi diantara kekuatan-kekuatan militer yang kurang bertangung jawab ketimbang mereka yang sekarang memegang propinsi-propinsi yang lebih jauh kesebelah barat atau ketimur. Disini kekuatan-keuatan syiah berjaya, seklipun kurang spektakuler dan juga kurang ambisius daripada kaum Ismailiyah, tetapi juga dalam berapa waktu lebih menonjol dalam_peristiwa-peristiwa_kekaisaran.


II. XI TRANSMISI PERADABAN DAN KEBUDAYAAN MUSLIM KE DUNIA BARAT
Dengan berdalih menegakkan ideologi keagamaan, Abu Abbas mengadakan propaganda-propaganda ke seluruh lapisan masyarakat. Kontan saja program ini di dukung oleh pihak-pihak yang termarginalisasikan, seperti kaum Khawarij, Syiah dan Mawali. Gerakan inilah yang menghantarkan Bani Abbasiyah mampu menciptakan zaman keemasan peradaban Islam. Namun setelah 112 tahun menguasai percaturan politik, tepatnya pada masa Mutawakkil (850 H) terlibat perang saudara yang terus berkelanjutan sehingga Daulah Abasiyah kehilangan citranya dan akhirnya runtuh di tangan bangsa Mongol Tartar (1258 M) tamat sudah riwayat Abbasiyah yang megah.  
Periode transformasi modern peradaban Islam secara garis besar dapat di bagi menjadi tiga fase, yang sekaligus memperlihatkan beberapa gambaran umum yang berlaku diseluruh kawasan muslim.
Fase pertama, merupakan periode antara akhir abad XVIII sampai awal abad XX, yang di tandai dengan hancurnya sistem kenegaraan muslim dan dominasi teritorial dan komersial eropa. Dalam fase ini elite politik, agama dan kesukuan masyarakat muslim berusaha menetapkan pendekatan keagamaan dan idiologi baru bagi perkembangan internal masyarakat mereka.
Fase kedua, yaitu fase pembentukan nasional yang berlangsung setelah perang dunia I sampai pertengahan abad XX. Dalam fase ini kalangan elite negeri-negeri muslim berusah membawakan identitas politik modern terhadap masyarakat mereka dan berusaha memprakasai pengembangan ekonomi serta perubahan nasional.
Fase ketiga, ialah fase konsolidasi negara-negara nasional diseluruh kawasan muslim. Fase yang berlangsung sekitar pasca Perang Dunia II ini ditandai dengan pertentangan antara kecenderungan terhadap perkembangan yang tengah berlangsung dan peran utama Islam.





BAB III
PENUTUP

Daulah Abbasiyah merupakan lanjutan dari pemerintahan Daulah Umayyah. Dinamakan Daulah Abbasiyah karena para pendirinya adalah keturunan Abbas, paman Nabi. Daulah Abbasiyah didirikan oleh Abdullah as-Safah. Kekuasaannya berlansung dari tahun 750-1258 M. Di dalam Daulah Bani Abbasiyah terdapat ciri-ciri yang menonjol yang tidak terdapat di zaman bani Umayyah, antara lain :

Ø      Dengan berpindahnya ibu kota ke Baghdad, pemerintahan Bani Abbas menjadi jauh dari pengaruh Arab. Sedangkan Dinasti Bani Umayyah sangat berorientasi kepada Arab.
Ø      Dalam penyelenggaraan negara, pada masa bani Abbas ada jabatan Wazir, yang membawahi kepala-kepala departemen. Jabatan ini tidak ada di dalam pemerintahan Bani Umayyah.
Ø      Ketentaraan professional, baru terbentuk pada masa pemerintahan Bani Abbas. Sebelumnya belum ada tentara Khusus yang profesional.

           Kekuasaan kerajaan yang sedemikian luas dan tingkat peradaban yang tinggi itu dicapai dengan melibatkan jaringan perdangan internasional yang luas. Pelabuhan-pelabuhan seperti Baghdad, Bashrah, Siraf Kairo, dan Iskandariyah menjadi pelabuhan internasional.




DAFTAR PUSTAKA

  1. Depag, Team Text Book, Sejarah Kebudayaan Islam, Depag, Ujung Pandang, 1982.
  2. as-Suyuthi, Imam, Tarikh Khulafa’, Sejarah Para Penguasa Islam,. al-Kautsar, Jakarta, 2006. ISBN 9795921754
  3. Yatim, Badri, MA, Dr, Sejarah Peradaban Islam, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003.
  4. http://orgawam.wordpress.com/2007/11/30/khilafah-bani-abbasiyyah-1/
  5. http://ms.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Bani_Abbasiyyah
  6. http://hayatulislam.multiply.com/journal/item/145/Menyongsong_Daulah_Khilafh
  7. http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/message/109173
  8. http://almudarris.wordpress.com/2009/06/27/pengkhianat-peradaban/.


n


[1] Depag, Team Text Book, Sejarah Kebudayaan Islam, Depag, Ujung Pandang, 1982.
[3] as-Suyuthi, Imam, Tarikh Khulafa’, Sejarah Para Penguasa Islam,. al-Kautsar, Jakarta, 2006. ISBN 9795921754

Tidak ada komentar:

Posting Komentar